Minggu, 29 April 2012

What You Value The Most?

"There's so much they hold and just like them old stars. I see that you've come so far to be right where you are. How old is your soul? I won't give up on us even if the skies get rough. I'm giving you all my love i'm still looking up.."

       Suatu ketika seorang remaja bertanya kepada ayahnya, “ayah, kenapa tetangga kita yang hanya memiliki pekerjaan yang sama dengan ayah memiliki mobil yang lebih mewah dibanding kita, dan memiliki rumah yang lebih mewah dibanding kita?”

       Ayahnya tersenyum bijak, dan mengelus kepala anaknya,”kau benar nak, ayah dan ayah mereka memiliki pekerjaan yang sama dan memiliki gaji yang sama besar, dan mereka memiliki mobil dan rumah yang lebih mewah dibandingkan kita.”

      Ayahnya menarik nafas,
“namun pernahkah kau menyadari bahwa mobil mewah mereka itu hampir tidak pernah dipergunakan untuk berkendara, malahan mereka lebih memilih untuk menggunakan angkutan umum pada saat liburan keluarga. Sementara kita hampir selalu menggunakan mobil kita setiap minggu, dan untuk mengantarkanmu beserta adikmu kala kalian ingin bepergian, ayah tidak pernah menolak untuk menjemput kalian, ataupun mengantar kalian kemana saja yang kalian inginkan. Yah, tentu saja akan lebih boros pastinya, namun ayah tidak memerlukan mobil mewah, ayah hanya ingin mobil sederhana yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan kita.”

       Ayahnya tersenyum lagi.
“begitu juga dengan rumah mewah, memang rumah kita lebih sederhana dibandingkan mereka, namun pernahkah kau berpikir apa saja yang terhidang di meja makan mereka dibandingkan dengan apa yang terhidang di meja makan kita? Coba sebutkan makanan yang belum pernah kau cicipi di kota kita ini dan coba bandingkan dengan anak dari keluarga mereka, apakah mereka pernah menyantapnya? Dan yah, ayah juga tidak perlu rumah mewah, ayah hanya butuh rumah yang bisa melindungi kita dari siang, dan dinginnya malam. Karena ayah lebih memilih untuk menyekolahkan kalian di sekolah terbaik di kota ini, ya mereka memang memiliki rumah yang mewah, namun sayangnya anaknya hanya bersekolah di sekolah yang kurang baik.”

    “hidup adalah tentang menetapkan suatu prioritas , dan secara konsisten selalu menetapkannya sebagai suatu prioritas yang mutlak dalam hidup. Ayah tidak berkata bahwa apa yang kita lakukan lebih baik dan lebih terpuji dibandingkan mereka, namun ayah ingin menyampaikan bahwa engkau harus menemukan apa hal yang paling kau hargai dalam hidup, hal yang akan kau letakkan pada daftar teratas hidupmu, hal yang akan secara konsisten, terus-menerus kau perjuangkan, tak perduli apa kata orang. Ya, hidup adalah tentang itu, dan tentang itu saja. Untuk terus menerus memperjuangkan nilai yang kau anggap sebagai hal paling penting, sebagai hal yang paling tidak bisa diabaikan dalam hidup.”

    “Dan bagi ayah sejauh ini, hal yang paling penting untuk diperjuangkan, hal yang berada pada daftar teratas adalah keluarga. Ya, bohong jika ayah katakan ayah tidak menginginkan rumah yang lebih indah, atau mobil yang lebih mewah, namun ayah menyadari kemampuan ayah, dan dengan pendapatan yang ayah terima, ayah hanya boleh memiliki sedikit pilihan. Dan buat ayah secara pribadi, itu bukanlah pilihan yang sulit tentunya.” Jawab ayahnya sambil tersenyum lagi.
“jika ayah disuruh memilih antara menyekolahkanmu di sekolah terbaik dan memberikanmu makanan terbaik, mainan yang kau suka, liburan yang kau senangi, dibandingkan dengan mobil mewah dan rumah indah, maka tak ragu lagi ayah akan memilih pilihan pertama. Mobil akan usang ditelan waktu, mesinnya akan aus, dan lama kelamaan akan rusak, begitu juga rumah, semakin lama akan semakin dirusak oleh jamur dan hujan, serta terik matahari. Lagipula, manakah yang lebih penting? Pengendara mobil atau mobil itu sendiri? Rumah, atau penghuni rumah itu sendiri? Kita hanya menuai apa yang telah kita tabur, dan kita hanya mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang kita kerjakan, terlalu naif jika ayah memberikanmu kehidupan yang pas-pasan, makanan yang kurang baik, dan kemudian menuntutmu untuk memberikan prestasi terbaikmu, yang bisa kau berikan. Ya, ayah memberikanmu yang terbaik, yang ayah bisa berikan, dan ayah menyerahkan segalanya kepadamu, untuk menjadi seorang yang terbaik yang bisa kau capai”

      Si anak termenung lalu bertanya
“namun ayah, bagaimana kita tahu apa hal yang paling penting dalam hidup kita? Bagaimana kita tahu apa yang harus kita letakkan pada daftar paling atas hidup kita?”

       Ayahnya mengelus rambut remaja itu,
“tanya hatimu anakku, tanya hatimu,… seringkali orang mengabaikan hatinya dalam mengambil suatu keputusan. Sebuah legenda mengatakan bahwa manusia itu terdiri dari tiga bagian, naluri adalah bagian pertama yang tersisa dari kita setelah kita berevolusi dari nenek moyang kita dahulu, pikiran sebagai bagian ke dua adalah hal yang kita peroleh sebagai suatu hak eksklusif dari Allah, dan bagian ketiga adalah hati nurani, sesuatu yang tersisa dari kita ketika kita diusir dari surga. Maka, kita harus secara bijak menggunakan ketiganya secara seimbang.”

  “apakah itu artinya aku harus selalu menggunakan hatiku, sebagai sesuatu bagian yang paling ilahi dalam diriku ayah?” tanya sang remaja lagi.

  “anakku, ayah tidak berkata bahwa hati adalah bagian paling ilahi dalam dirimu, kau harus menggunakan ketiganya secara seimbang. Dan dengan demikian kau akan menemukan kebenaran dalam dirimu, kebenaran yang akan membebaskanmu, kebenaran yang akan kau tempatkan sebagai prioritas utama dalam hidupmu.

Sama ketika kita melihat seorang pemuda mengemis di persimpangan jalan.

    Ketika pertama kali melihatnya, kau akan melihatnya, dan berkata bahwa ia adalah seorang yang susah, seorang yang miskin karena kau melihat pakaiannya yang compang camping dan penampilannya yang lusuh. Itu adalah kebenaran inderawi, karena kau mengandalkan inderamu.

   Kemudian, setelah menyadari bahwa ia seorang yang susah, seorang yang miskin, engkau akan tergerak untuk memberikan apa yang kau punya, karena kau merasa memiliki sesuatu yang lebih yang patut untuk diberikan kepadanya. Itu adalah kebenaran, yang lebih baik dari kebenaran pertama, kebenaran yang kita sebut sebagai kebenaran moral. Karena apa gunanya engkau tahu jika engkau tidak bertindak?

   Namun, kebenaran ketiga datang ketika engkau melihatnya, dan mengamatinya, ternyata ia sehat, tidak berbadan cacat, dan mengemis hanya karena perilaku malas. Maka kau tidak memberinya uang, dan menawarkannya sebuah pekerjaan,  untuk mendidiknya menjadi seorang yang lebih baik, seseorang yang tidak mengandalkan belas kasihan orang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkannya, itu anakku…., adalah kebenaran tertinggi di antara ketiganya, sesuatu yang kita sebut sebagai kebenaran filosofis.

   Namun untuk menemukan kebenaran filosofis, kita harus melihat lebih mendalam, mengenal lebih jauh, dan memberi lebih banyak. Untuk itu kita perlu mengorbankan lebih, namun itu adalah kebenaran yang memang sepatutnya kau perjuangkan sebagai kebenaran tertinggi dalam hidupmu anakku.”

  “bagaimana aku akan menemukannya ayah?” tanya si anak masih bingung.

  “waktu akan mengajarkanmu anakku, kau hanya perlu melihat lebih banyak, mendengar lebih banyak, , merasa lebih banyak, mengerti lebih banyak, bertindak lebih banyak, berpikir lebih banyak dan akhirnya bicara lebih sedikit. Maka waktu akan menyingkapkan ajaran kebijaksanaan tentang menempatkan kebenaran tertinggi dalam hidupmu anakku.”
Si anak mengangguk-anggukkan kepalanya. ….


 :')

Seorang remaja, mengeluh karena nilainya jelek sementara nilai temannya lebih baik dari dirinya.

“nilaimu jauh lebih baik dariku, bagaimana mungkin?”

 “aku belajar jauh lebih keras darimu teman, ketika kau masih asyik bermain dan menghabiskan hari-harimu dengan melakukan sesuatu yang kau sukai. Aku tenggelam dalam buku pelajaranku, namun yah, aku tidak menyalahkanmu, seorang bijak pernah mengatakan kepadaku ‘hidup adalah tentang menetapkan suatu prioritas , dan secara konsisten selalu menetapkannya sebagai suatu prioritas yang mutlak dalam hidup.’ya, kita hanya menabur apa yang kita tuai, we get what we deserve.” katanya tersenyum penuh makna, sambil mengingat orang bijak yang dimaksudkannya…







 
"And when you're needing your space to do some navigating, i'll be here patiently waiting to see what you find, cause even the stars they burn some even fall to the earth. We've got a lot to learn, God knows we're worth it. No, I won't give up....."  






Jumat, 27 April 2012

Surabaya 23 Desember 2011

Surabaya, 23 Desember 2011
    Selamat pagi,

     Bagaimana kabarmu disana? Sudah sekian lama aku tak mendengar suaramu sahabatku. Masihkah banyak kau simpan cerita seperti kemarin? Ataukah masih sering terbawa perasaan seperti yang dulu? Hahaha, aku masih ingat bagaimana semuanya bisa membuatmu sangat bingung hanya ketika kau menghadapi suatu masalah kecil yang ku dan kau sebut perasaan. Aku tahu semuanya bisa dengan sangat cepat mmeluluhlantakkanmu, tapi kemudian aku akan berbisik kau harus kuat. Terima kasih untuk semua itu, jawabmu..



     Kupikir sekarang kau sedang bersedih dan bergalau ria. Tak apa kawan. Kau mungkin memang harus melewati masa-masa itu agar kau dapat belajar.  Aku tahu betul bagaimana keadaanmu saat ini. Merasa terasing bukan? Merasa semuanya begitu jauh, semuanya begitu membebanimu? Ah, baiklah... Aku memahaminya. Kau sedang merindukan adikmu bukan? Yang selalu saja ribut denganmu. Yang selalu saja dibangga-banggakan hingga terkadang kau iri padanya, yang sering memarahimu seolah tak mempedulikan kau itu kakaknya, dan sepantasnya dia memanggilmu begitu, bukannya dengan nama kecilmu yang tidak kau suka. Tahukah kau kenapa kau merindukanya? Menurutku karena ia sering ribut denganmu untuk menyita perhatianmu padanya. Kupikir dia mengagumimu jauh di lubuk hatinya sampai satu ketika kau tahu kan? Dia bercerita tentangmu di hadapan semua orang tentang bagaimana kakaknya yang hebat itu menjadi sebuah inspirasi baginya. Bagaimana ia begitu ingin menyaingimu tapi ia menganggap kau terlalu sempurna. Atau mungkin karena ia memanggilmu dengan nama kecilmu hanya agar kau mengerti ia ingin kau dan dia berbeda. Dia tidak mau sama dengan adik-adikmu yang lain yang juga memanggilmu kakak. Yang juga kau panggil adik. Dia ingin menjadi adikmu yang spesial, yang mempunyai hubungan khas denganmu. Yang hanya ingin kau seutuhnya disana ketika ia menangis. Ia ingin kau selalu melindunginya.


       Atau mungkin kau sedang memikirkan kedua kakakmu? Yang begitu sering memarahamimu? Hahahha, mereka sangat cerewet. Katamu ketika itu padaku. Terkadang hal-hal yang menurutmu tidak penting pun mereka permasalahkan. Yang begitu menyebalkannya melarangmu berteman dengan sahabat-sahabatmu dan membatasi semua gerak-gerikmu. Atau, oiya, aku hampir lupa. Yang terkadang terlalu berlebihan menghubungimu padahal ketika kau merasa benar-benar membutuhkan mereka, mereka tak ada di sampingmu? Hei.., kau ingin tanya pendapatku? Menurutku mereka hanya begitu menyayangimu. Dia memarahimu untuk mengingatkanmu bahwa lingkungan akan jauh lebih menyakitimu jika mereka tidak melatih mentalmu sebelumnya. 


     Mereka memanjakanmu! Percayakah kau padaku? Aku masih ingat ketika kau merasa sangat senang mereka memberimu rompi dan baju hangat yang sangat kau sukai. Tetapi kemudian kau kehilangan rompi itu sampai menangis semalaman. Mereka memarahimu lagi, tapi sadarkah kau apa yang sebenarnya mereka lakukan? Mereka ingin kau tak terus menerus menangisi segala sesuatu yang harus pergi meskipun kau sangat menyayanginya. Mereka ingin membuat adiknya kuat. Itu hanya hal yang sangat sederhana dibandingkan hal-hal yang harus kau lepas  meskipun sangat kau sukai nanti. Mereka tidak memberimu cokelat saat valentine kecuali kau memintanya? Ya, itu karena mereka tahu, mereka mengenal bahwa adiknya tidak begitu suka cokelat. Mereka mengenalmu sampai hal sekecil itu. Mereka yang  terakhir kali mengucapkan selamat ulang tahun padamu, tapi mereka yang pertama kali ada saat kau merasa terjatuh dan menangis. Mereka memang memberi komentar pedas tentang pekerjaanmu, memerintah dan menegaskan kesalahanmu? Tahukah kau mereka hanya ingin kau menjadi yang terbaik, mereka tak ingin orang-orang menganggapmu remeh hanya karena kesalahan kecil yang mereka tahu  tidak sengaja kau lakukan. 

      Mereka menerimamu sebagai adik mereka apa adanya. Tapi orang-orang menuntut lebih dari itu sahabatku. Mereka menginginkan kesempurnaan. Justru di saat kau menangis letih, ketika kau sakit, ketika kau ingin menyerah, mereka lebih terpukul darimu. Tahukah kau merkea mendoakanmu dimanapun mereka berada? Tahukah kau betapa mereka ingin menguasai semua pelajaranmu agar mereka sanggup mengajarimu tentang hal itu? Dan mengenai sahabatmu. Kupikir mereka hanya ingin membuka matamu bahwa terkadang kau terlalu lugu. Yang mudah saja percaya kepada orang lain tanpa berpikiran buruk terhadap mereka. Justru orang-orang itu akan menyakitimu pada akhirnya. Mereka ingin kau sadar akan hal itu. Mereka tdak ingin lagi melihatmu menangis ketika dulu teman-temanmu menyakitimu bertubi-tubi. Ketika mereka tahu, kau tidak salah, hanya saja orang- orang yang kau sebut teman itu tak sanggup menerima kejujuranmu, mereka tak sanggup menerima hati tulusmu, mereka terlalu munafik untuk menganggap mereka itu sempurna, dan mirisnya kau malah terkadaang lebih meyakini orang-orang seperti itu daripada mereka. Tapi tenanglah. Pundak mereka akan selalu ada untukmu.
 

            Atau kau merindukan masakan ibumu? Yang entah kenapa selalu membuat perutmu hangat meskipun itu disajikan dingin? Yang selalu terlihat spesial sesederhana apapun itu? Ya terkadang memang ia sangat meyebalkan. Tidak memberimu waktu untuk pergi bermain bersama teman-temanmu. Tidak memperbolehkanmu melakukan hal-hal yang kau suka. Atau selalu membandingbandingkanmu dengan orang lain. 

        Tahukah kau kawan? Semua hal itu tak membuatku lupa betapa baiknya dia. Saat ia tidak memperbolehkanmu kemana-mana ia hanya ingin kau berada di dekatnya selama mungkin. Selama ia bisa, ia berharap dapat melihatmu setiap detik. Ia ingin memastikan apakah kau sudah makan. Ia ingin merapikan rambutmu. Ia ingin melihatmu tertidur dan tertawa di dekatnya selama ia bisa. Ia tidak pernah melarang hal-hal yang baik yang akan kau lakukan. Hanya saja terkadang seperti yang aku katakan tadi kau sangat lugu untuk mengetahui mana yang baik dan yang buruk untukmu. Berapa tahun kau telah mengenal dirimu sendiri? Berapa tahun? Tujuh? Sepuluh? Atau delapan belas tahun? Dia mengenalmu sembilan bulan lebih daripada waktumu! Ia mengenalmu semenjak kau merupakan sebuah titik yang dipercayakan Tuhan di rahimnya. Ia mengenal proses perubahanmu seutuhnya. Kau harus mengerti itu. Dia hanya memberimu arah, bukan menginginkanmu jadi orang lain.  Jika ada orang yang benar-benar mencintaimu apa adanya sampai akhir hayatnya, dialah yang kau cari. Tak ada yang sekuat itu menerimamu dalam kondisi apapun.

           Aku hanya berpikir kemungkinan lain kau ingin melihat ayahmu pulang di depan pintu rumah. Menyambutnya dengan pelukan dan bercerita bagaimana hari ini telah berlalu. Ia akan sesegera mungkin menggendongmu ketika kau masih kecil meskipun ia sangat lelah dan memberikan roti kecil yang seharusnya ia makan saat beristirahat sejenak dalam pekerjaanya. Kau tahu kan? Selain sebagai roti kegemaranmu, roti itu juga kegemaran ayah? Tapi ia tidak memakannya karena ia tahu putri kecilnya di rumah akan tertawa sembari memakan roti itu dan meneguk air hangat seduhan ibunya. Dan sekarang? Ia tak pernah berhenti melakukanya. Ia tetap menopangmu meskipun ia terpukul melihatmu gagal atau menangis. Ia ingin putri kecilnya tahu ayah akan selalu ada di depan pintu rumah untuk menggendongmu. Ayah tidak pernah mengajariku belajar, ia tidak pernah memikirkan perencanaan ke depan, ia sering beradu pendapat denganmu dan meledekmu di depan saudara  saudarimu. Ia mengerti betapa ilmunya tidak mampu mengajarimu. Tapi ia berusaha keras mengajarimu bagaimana caranya belajar. Ia tidak memiliki sederetan gelar yang akan ia banggakan padamu, karenanya ia hanya ingin mengajarimu bagaimana hidup itu akan begitu mengasahmu. Ayah tidak ingin memandang terlalu jauh ke depan karena melihatmu berdiri tegar saja setiap hari sudah merupakan karunia yang  tak ternilai baginya. Ia sering beradu pendapat denganmu karena ia sangat takut untuk membiarkanmu teriris oleh tindakanmu sendiri. Ia tidak sanggup melihatmu terkulai lemah atau berbuat kesalahan yang mungkin pernah ia lakukan di masa mudanya dulu. Setidaknya dia ada untuk mengajarimu tidak melakukan kesalahan. Ia ingin membuatmu kuat dengan meledekmu di hadapan orang lain. Agar kau dapat membuktikan perubahan-perubahan besar yang kau lakukan di hadapan mereka. 


         Oh, iya. Kau juga harus ingat bagaimana sendunya wajah ayah ketika ia lalai menjagamu saat makan dulu dan membuatnya hampir kehilangan putri kecilnya. Kau tidak tahu bagimana tanganya yang terbiasa kekar dan kuat terhadap dentingan logam dan besi gemetar terlipat menundukkan kepalanya di belakang dokter yang berusaha mempertahankan nyawamu. Seharusnya matamu terbuka kala itu untuk melihat ia berusaha keras menahan buliran airmatanya dan berkata pada ibumu semua akan baik-baik saja. Tetapi pada akhirnya apa? Dia menangis kawan. Dia yang begitu kuat menghadapi apapun menangis melihat putrinya berada di ambang maut selama lebih dari lima jam. Lima jam itu sangat lelah dan menyesakkan baginya. Kau bisa saja terawang-awang kala itu kawan. Antara ada dan tidak dengan kami di ruangan itu. Ayahmu diam, tidak seperti ibu yang terus menerus menyebut namamu dan menggenggam tanganmu. Ia diam karena ia sedang benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Ia bahkan tak sanggup untuk berbicara sepatah katapun melihat kau tidak bergerak sama sekali, melihat bibirmu mulai memudar warnanya dan mendengar ibumu memanggil manggil namamu. Mungkin sekarang kau telah menemukan kelemahan ayahmu. Kau berhasil menyentuh titik terlemah sekaligus terkuatnya. Ia akan kuat ketika kau mengajaknya bertengkar tetapi dia akan jauh menjadi sangat lemah saat melihatmu terbaring.

            Kawan, surat ini telah begitu panjang. Semua pertanyaan yang kuajukan hanya kau sendiri yang dapat menjawabnya. Surat ini aku kirimkan dengan ucapan "Selamat natal". Semoga damai natal besertamu sahabatku. Mungkin aku membutuhkan waktu yang lebih banyak lagi untuk menuliskan apa yang seharusnya aku katakan padamu. Begitu banyak hal yang ingin aku ungkapkan. Terimakasih untuk telah membaca surat kecil ini sebentar saja. Kuharap kau selalu bercerita padaku lagi saat kau membutuhkannya. Karena aku akan selalu ada disini untukmu.....






Regrads,



Your Little Heart



Rabu, 25 April 2012

Diam Saja

Aku tahu dia melihatku dari sana

Tapi aku hanya diam.

Aku tak ingin melihatnya karena itu tak akan lama

Aku tak ingin memandangnya karena nanti aku akan tambah merindunya

Aku tak mau berbicara denganya karena aku tahu itu akan menjadi terlalu singkat

Aku ingin dia ada disini lama

Tanpa perlu ada kata waktu yang harus memisahkan kami

Aku tak ingin mendengar jelas tawanya

Itu akan membuatku menangis ketika aku menyadari dia telah berbeda nantinya

Aku hanya ingin apa??

Aku hanya ingin  tetap memperhatikan mengasihinya dalam diam...

Senin, 23 April 2012

Surat Untuk Mamak..

            May be surrounded by a million people,  I still feel all alone I just wanna go home I miss you, you know. And I’ve been keeping all the letters that I wrote to you. Each one a line or two, “I’m fine baby, how are you?” Well I would send them but I know that it’s just not enough. My words were cold and flat and you deserve more than that. Another aeroplane, another sunny place.I’m lucky, I know but I wanna go home.  I’ve got to go home. Let me go home. I’m just too far from where you are, I wanna come home...(Michael Buble - Home)

         Hari-hari terasa begitu memberatkan belakangan ini, tugas, deadline, dan masih banyak lagi yang lain. Jemu rasanya menghadapi layar laptopku, menemui relasiku dan menjalani hari-hari di perantauan. Entah kenapa tiba-tiba terlintas untuk menulis surat pada seseorang di kampung. Seseorang yang mungkin sekarang sedang menghadapi masa-masa sulit menghadapiku. Seseorang yang mungkin sedang memasak makan siang sembari memikirkan apakah aku sudah makan hari ini. Seseorang yang mungkin sedang menonton TV tetapi hatinya bertanya apa yang sedang aku lakukan sekarang. Seseorang yang mungkin sedang tidur tapi matanya tiba-tiba terbangun mendoakanku. Terasa helaan nafas terhembus pelan dari rongga hidungku. Mamak...
        Aku mengambil selembar kertas dari binder catatan kerjaku. Beberapa kertas catatan kecil mengenai jadwal dan pekerjaan yang harus kulakukan terjatuh. Ketika kupungut, terasa ada yang aneh  di  hatiku. Hampa. Aku mengambil pena, tetapi sesaat kemudian bingung, tak tahu apa yang harus aku tuliskan pada seorang tua ini. Akhirnya perlahan aku mulai menulis, 
Selamat pagi, Mak,
       Apa kabar di kampung? Mengagetkan kah menerima surat ini? Apa yang terjadi padaku? Angin apa yang membawa surat kecil ini padamu? Tenang Mak, aku baik baik saja. Paling tidak lebih baik daripada sebelum aku memulai menulis surat ini. Tak tahu harus memulai tulisan ini darimana Mak. Aku sedang bingung. Tahukah Mamak, saat aku menulis surat ini, aku sedang diburu waktu. Begitu banyak tugas yang harus aku selesaikan. Begitu banyak deadline yang harus aku jalankan. Begitu banyak yang harus aku kerjakan. Yang ini, yang itu, yang disana, yang disini dan segudang pekerjaan yang rasanya tak ada habisnya Mak..
      Helaan nafasku terasa begitu berat di ruangan kecil ini. Lelah yang kurasakan sepertinya menekan rasa sakit di perutku. Ah, mamak... Saat-saat seperti ini juga mengingatkanku kembali pada sup favoritku. Sup jagung buatan Mamak yang selalu dihidangkan ketika aku di rumah. Sup yang memberikanku kehangatan dan rasa manis yang selalu menenangkanku. Sup yang kami jadikan bahan rebutan bersama abang dan adik di kampung.
        Mak, bagaimana keseharianmu disana? Masihkah sering memasak makanan sambil memikirkan kami di perantauan? Hahaha.. Seandainya Mamak tahu setiap aku makan belakangan ini, aku mengingat Mamak.  Aku harap sanggup mengatakan pada Mamak di telepon bahwa aku ingin sup hangat buatan Mamak disini , terlebih lagi ketika perutku terasa nyeri. Tapi tidak aku lakukan karena itu akan sangat menyiksamu. Kau pasti rasanya ingin segera terbang kemari untuk memasaknya sebanyak yang aku mau. Kau pasti akan bangun sepagi mungkin untuk mulai mempersiapkan bahannya. Kau lelah, tetapi tidak akan memikirkan kesehatanmu saat sup hangat itu menyentuh kerongkonganku. Seandainya bisa mendengar Mamak menanyakan rasa makanan yang kau buat atau mendengar Mamak mengatakan bahwa lauk  makan malam kita hanya ikan asin, tetapi tetap menghidangkan lebih dari itu saat aku di rumah? Mamak tak akan pernah melakukanya. Aku tahu, kesempatan berkumpul di rumah adalah sesuatu yang langka dan kau  tak akan pernah melewatkanya untuk menjadi koki terbaik sepanjang masa bagiku dan kami semua. 
          Hahahahha... aku juga ingat, Mak, dulu ketika aku masih ada disana, sore hari adalah saat-saat paling menyenangkan di rumah. Aku, Abang, dan Adik akan mengikuti Ayah pelan-pelan mengambil mangkuk dan sumpit dari dapur. Mengendap-endap ke dapur melirik sayuran dan ikan yang baru saja kau masak. Memenuhi mangkuk kami dan berlari ke ruang tengah kita yang kecil, menikmatinya sembari menonton film kartun kesukaan kami. Kau akan menegur kami, Mak. Tetapi aku tahu kau tidak akan tega melarang kami.
         Kembali kuhela nafasku tertahan. Ada perasaan sesak di dadaku. Kuletakkan sejenak penaku. Meminum air putih dari mug kecilku. Sesak itu terasa semakin kuat. Aku mengoleskan minyak dari Mamak. Minyak yang Mamak titipkan ke dalam tasku tanpa sepengetahuanku dulu ketika berangkat ke kota ini. Mamak tahu betul apa yang kubutuhkan, yang benar-benar akan kubutuhkan! Minyak itu memberikan aroma harum yang cukup menenangkanku, nafasku perlahan terasa normal. Kembali aku duduk dan menatap suratku.
         Mak, aku sangat ingin tahu apa yang sedang kau lakukan sekarang disana. 
         Masihkah termenung sendiri melihat fotoku ketika masih kecil yang terpajang di ruang tamu kita? Ruangan kecil tempat aku, Mamak, Bapak, Abang dan Adik sering bersama beberapa tahun lalu. Lama sudah kita tak seperti itu lagi kan, Mak? Dimulai ketika Abang melanjutkan studinya ke kota sebelah. Disusul aku dan yang lainnya. Perlahan kami mulai mengayuh mimpi kami di dunia nyata. Mewujudkan harapan-harapan kecil yang dulu kami tuliskan untuk Mamak. Masih sangat jelas di ingatanku Mak, ketika Mamak meminta kami menuliskan mimpi kami di selembar kertas dan menceritakanya. Mamak akan memberikan hadiah uang saku bagi karangan kami dan  karanganku Saat itu Mamak memberiku uang saku lima ribu rupiah. Harga yang sangat mahal menurutku kala itu untuk sebuah tulisan sederhana tentang anganku membawamu dan Bapak pergi mengelilingi dunia. Kau sangat bangga dan tertawa kala itu. Tawamu khas. Hingga air mata hampir jatuh di pelupuk matamu. Sekarang aku mulai sadar, Mak. Ternyata mimpi ini sangat mahal. Aku tak pernah membayangkan ternyata mimpi yang aku buat itu sama sekali tidak sesederhana yang aku bayangkan saat itu. Aku mulai menyadari kenapa kau hampir menangis kemarin. Dulu aku tak pernah membayangkan Mak, betapa beratnya perjuangan untuk mimpi itu. Betapa aku harus menjalani semua ini. 
              Aku ingat hari dimana kau mengajak aku, Abang dan Adik untuk mendoakan mimpi-mimpi kami satu sama lain. Berharap agar kami diberikan cukup kekuatan dan kesabaran untuk menggapainya. Hal itulah yang terkadang membuatku terhenyak, Mak. Di masa-masa sulit seperti saat ini. Teriakan semangatku dulu, doa kecilku dulu, harapanku dulu, ingin rasanya kembali mendapatkan perasaan itu.  Jatuh cinta pada sekolahku, pada apa yang aku kerjakan dengan setulus hati. Sekolah pertamaku dulu, Mak? Bahkan aku berangkat satu jam lebih pagi dari jadwalku. Hahaha, betapa lugu dan bersemangatnya aku dulu. Kau hanya tersenyum mengantarkanku ke sekolah yang masih kosong. Kita menunggu berdua disana. Menunggu orang-orang yang menurutku sangat lambat. Aku ingin segera mewujudkan mimpiku, aku ingin segera berlari, aku ingin segera terbang dengan pesawat impianku, aku ingin segera, kenapa kalian tidak begitu? Pikirku dulu pada orang-orang di sekitarku.  Tetapi dunia berputar Mak. Kini mereka yang menuntutku bekerja jauh lebih cepat. Mereka menginginkan aku berlari dan berlari. Mereka tidak memperbolehkan aku istirahat Mak. Padahal aku dulu sering melarikan diri ketika kau dengan lembut mengajakku tidur siang. Mereka tak peduli dengan apa yang aku rasakan. Ketika aku merasa dunia ini asing, tidak ada lagi yang memberikan cubitan sampai aku menangis agar aku menyadari kesalahanku dan kemudian membelai rambutku sembari menghapus airmataku untuk mengatakan ia hanya ingin yang terbaik untukku. Tak ada lagi yang mengingatkanku menangis  tidak akan menyelesaikan masalah. Tidak ada lagi yang beberapa menit kemudian menyeduhkan teh untuk melarutkan isak tangisku.
            Aku menarik nafas panjang lagi. Denyutan di kaki kananku terasa lagi. Kulirik jam di layar laptopku. Pantas saja, kataku dalam hati. Ini sudah waktunya aku meminum obat pereda rasa sakit yang diberikan dokter beberapa hari yang lalu ketika aku terjatuh di depan tangga kamarku. . Seandainya obat itu pun tak hanya untuk kaki tetapi juga untuk hatiku.
          Mak, berapa lama lagikah kita akan bertemu? Minggu depan? Bulan depan? Tahun depan? Aku ingat Mak, ketika pertama kali aku pergi dari rumah. Mamak menanyakan akankah aku menangis ketika berpisah denganmu? Tidak mungkin jawabku tegas. Aku kuat! Kataku pada mamak. Tetapi nyatanya ketika suratku sampai di sini saja, mataku terasa berat. Aneh ya, Mak? Membayangkan putrimu yang badung ini ingin menangis? Ya, Mak. Entah kenapa terlintas lagi di kepalaku saat di bandara Polonia dulu. Sepanjang perjalanan kita masih berdebat dan bertengkar. Mamak masih saja terus memarahiku dengan alasan yang terkadang tak kumengerti. Di gerbang keberangkatan aku menyalami dan mencium tanganmu. Tetapi aku tak melihat wajahmu. Kau memarahiku saat itu Mak, dan saat-saat itu sangat menyebalkan bagiku. Penerbangan pertamaku berlangsung tiga jam. Dan terakhir kali aku melihatmu dari jauh duduk bersama abang. Abang melambaikan tanganya tetapi kau tidak. Namun, aku tak memikirkan apapun tentang itu. Mungkin kau masih marah, pikrku. Aku baru tahu beberapa hari lalu dari Abang Mak, bahwa saat itu kau menangis. Jujur aku awalnya tak percaya Mak. Mengingat situasi kita saat itu. Namun aku sepertinya mulai sadar arti tangisanmu sekarang. Kau sudah bisa menebak dunia di luar ini sangat keras padaku. Dunia ini akan menggerusku, kau tahu itu dan rasanya pasti sangat menyakitkan. Kau ingin ada untuk mengobati lukaku, kau ingin ada untuk membuatku menangis terlebih dahulu agar dunia tidak perlu membuatku menangis, kau ingin memasak makanan kesukaanku agar dunia tidak membuat perih asam lambungku, kau ingin mengoleskan aroma terapi ke punggungku agar tidak ada yang berani menyentuhku setitik pun, kau ingin ada disini Mak. Aku rasa aku akan  mengatakan, itulah yang membuatmu memarahiku tetapi kemudian menangis di bandara dulu.
    Mak, aku cukup sehat untuk menuliskan surat ini padamu, surat yang mengungkapkan semua isi kepalaku yang tak bisa kutuangkan pada siapapun selain padamu, hanya saja kakiku masih sedikit sakit. Kemarin dokter mengatakan tidak ada masalah dengan pertulangan kaki kananku pasca jatuh dari lantai dua rumah tinggalku. Jangan khawatir lagi ya, Mak. Sekarang aku baik-baik saja meskipun keadaanku jelas berbeda dibandingkan dulu. Aku kecil pernah terjatuh kan, Mak di tangga kecil depan rumah kita? Saat itu aku betul-betul kesakitan. Tapi kau langsung datang menggendongku ke rumah, membujukku untuk berhenti menangis dan mengobatiku  pelan-pelan. Terasa sangat sakit ketika kau menyentuhnya dulu. Kau melarangku untuk berlari. Salah satu kegiatan kesenanganku. Aku marah dan menangis kala itu. Aku menangis melihat anjing kecilku duduk di depan teras  menungguku berlari. Sebulan lebih kau menjagaku untuk tidak memanjat pohon, untuk tidak menaiki tangga, untuk tidak bersepeda dan untuk tidak bermain tanpa alas kaki dan tanpa ada yang mengawasiku. Semuanya dulu terasa menyebalkan Mak, hingga kemarin aku terjatuh lagi. Dokter mengatakan aku harus istirahat total di kamarku, kakiku terasa sangat sakit. Tetapi, begitu banyak yang harus kukerjakan. Begitu banyak hal yang harus kukejar, begitu banyak target yang harus kucapai,begitu banyak antrian yang harus kulewati, dan semuanya menegaskan bahwa aku tidak dapat berdiam di kamar Mak. Mak, saat itu aku menangis. Kuharap mamak ada disini memarahiku dan memegangi kakiku sampai terasa sakit, karena sekarang rasanya tanpa kau menjadi sangat sakit. Tidak ada yang mengawasi langkahku Mak, bahkan  ketika aku terjatuh. Tidak ada yang mengecek keadaan perkembangan kakiku setiap hari seperti dulu. Tidak ada yang mempersiapkan apa yang aku butuhkan di dekatku agar aku tidak bergerak terlalu banyak seperti kau. Tidak ada yang mencoba meyakinkanku bahwa aku bisa berlari lagi dengan beban apapun di pundakku, melangkah dengan begitu banyak rintangan di hadapanku atau untuk menari meskipun kakiku terasa sakit.

          Mak, pernah terlintas dikepalaku untuk menyerah dan kembali ke rumah kita. Rumah yang akan selalu menyambutku separah apapun keadaanku. Rumah yang pintunya akan selalu terbuka untuk langkah letihku. Rumah, tempat dimana aku selalu bisa menemuimu. Aku tahu, Mak. Hatimu akan hancur mendengar perkataan menyerah dariku. Karena itulah aku harap aku tak akan pernah menyerah pada keadaanku ini. Kau sudah sangat baik kepadaku dan aku berhutang banyak padamu. Budi, jiwa, semuanya, dan aku tidak mau menghancurkan hatimu dan hatiku. Aku tak ingin melukaimu, Mak.  Aku masih akan berlari dengan kaki sakitku untuk meraih mimpi kecilku dulu. Aku akan coba untuk menyadari kehadiranmu secara utuh di hatiku meskipun tidak dengan ragamu. Aku akan berlari hingga angin membelai rambutku meski tak selembut belaianmu padaku. Doakan aku, Mak agar aku menjadi bijaksana dalam keputusan-keputusan yang akan aku pilih sendiri tanpamu di hidupku. Aku akan baik-baik saja, Mak. Dan aku harap kau pun begitu bersama Bapak disana.
        Aku menahan buliran air yang terasa ingin jatuh dari balik kacamata minusku. Karena aku sangat yakin sanggup untuk menahannya. Aku tak mau suratku kotor atau basah. Aku ingin mengirimkan surat tanpa air mata pada Mamak di kampung, karena aku harap  Mamak tidak menangis lagi untukku.

       Mak, aku juga menuliskan surat ini untuk mengucapkan terima kasih kepadamu. Terima kasih telah memberikanku kenangan manis di setiap luka yang aku hadapi. Terima kasih untuk selalu ada untukku ketika aku jatuh, Terima kasih untuk kau telah ada untukku.  Mak, suratku sudah sangat panjang. Matamu pasti sudah berair membacanya. Jika adik disana, kuharap ia bisa membacakanya untukmu sehingga matamu tidak berair dan memerah karena membaca terlalu lama. Aku juga harap Mamak tidak menangis lagi seperti di bandara dulu. Aku baik-baik saja, Mak. Salam untuk Bapak dan yang lainnya,
Putrimu, Margaretha..
      Tak lama teleponku berdering. Dengan langkah tertatih aku hampiri. Air mataku tidak dapat kubendung lagi .. 
          “Halo, Mak!”  kataku, “ Aku merindukanmu.....”


"...my beautiful mother, she told me, " in life you’re gonna go far, and if you do it right you’ll love where you are. Just know, that wherever you go, you can always come back home"sometimes it may seem dark, but the absence of the light is a necessary part. Just know, you’re never alone, you can always come back home. Every road is a slippery slope there is always a hand that you can hold on to.
Looking deeper through the telescope you can see that your home’s inside of you
. Just know, that wherever you go, no you’re never alone, you can always get back home.."


*Mamak = Panggilan untuk Ibu